Indonesia, di dalam buku buku sejarah sering disebut sebagai negara agraris, sekaligus juga negara maritim atau negara bahari sebagaimana yang pernah diungkapkan Presiden Soekarno. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “bahari” mengandung tiga arti: pertama, dahulu kala/kuno/bertuah; kedua, indah/elok sekali; dan ketiga mengenai laut/kelautan. Maknanya, pada zaman dahulu kita memiliki kisah yang indah (kejayaan) di laut, dalam bahasa Bung Karno, sebagai Bangsa Samudra. Semangat ini terpatri dalam slogan TNI Angkatan Laut Jalesveva Jayamahe (justru di laut kita jaya).
Kendati sudah pasti merupakan negara kepulauan sebagaimana yang tercantum dalam UNCLOS 1982, namun muncul sebuah pertanyaan apakah negara kepulauan sudah pasti negara maritim ? Dalam konteks negara-bangsa, predikat “negara maritim” masih merupakan sebuah perdebatan istilah yang tidak akan berhenti di level akademisi maupun masyarakat luas. Belum adanya indikator yang mumpuni maupun defenisi yang tegas mengenai kapabilitas sebuah negara dalam menangani kemaritiman diindikasi menjadi penyebab dari kerancuan penyebutan predikat negara maritim terhadap suatu negara-bangsa.
Gambar : Illustrasi Samudera (sumber : www.pexels.com)
Berdasarkan berbagai sumber dan kaitannya terhadap sejumlah peristiwa sejarah, dan dirangkum terdapat lima prasyarat suatu negara disebut sebagai negara maritim. Pertama, secara geografis luas wilayah laut jauh lebih besar daripada daratan dan juga garis pantai yang membentang panjang. Kedua, paradigma yang dimiliki negara tersebut terhadap laut cenderung diposisikan sebagai penghubung daripada pemisah. Ketiga, secara ekonomi memiliki potensi sumber daya alam yang kuat di dalam lautnya untuk berkontribusi dalam perekonomian negara. Keempat, atas kekayaan sumber daya laut dan perekonomian yang cukup kuat menopangnya, secara militer negara memiliki angkatan laut yang kuat sebagai alat pertahanan dari ancaman asing. Kelima, segenap komponen masyarakat turut andil dalam mendukung kegiatan yang dilakukan negara, dan memanfaatkan sebaik mungkin keunggulan negara di dalam bidang bahari. Walaupun begitu masih dibutuhkan justifikasi yang kuat untuk membuktikan klaim lima indikator ini.
Bila memperhatikan peta, jelas bahwa laut merupakan unsur utama yang membentuk struktur wilayah Indonesia. Menurut Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Tahun 2020, lautan ditaburi ribuan pulau (besar dan kecil) sekitar 16.771 pulau. Antara satu pulau dengan pulau lain dihubungkan oleh laut, selat dan teluk. Hubungan antarpulau lebih banyak ditempuh melalui laut dengan pelayaran, dan hanya sedikit dan terbatas dijangkau lewat udara. Dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, Indonesia berada di antara dua samudera (Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia). Bila ditarik garis antara dua kawasan itu maka tercipta garis silang. Indonesia berada pada posisi silang dunia, dari sini lahir konsep NUSANTARA, dari kata DWIPANTARA dalam kepustakaan India kuno artinya pulau-pulau yang di antara. Secara historis, kata “di antara” merujuk pada dua kekuasaan besar Asia yaitu India dan Cina.
Dibandingkan dengan Cina, India memiliki akar kuat dalam sejarah Indonesia pada zaman Hindu-Budha. Sebagian ahli berpendapat bahwa nama Indonesia diadopsi dari kata Indonesos (Indos=India dan Nesos=pulau-pulau). Kongsi dagan Belanda (1602-1800) yang pernah berusaha di Indonesia ialah Verenidge Oost-Indsche Compagnie (VOC). Pada masa kolonial, Indonesia disebut Nedherlands Indie (Hindia Belanda). Ditinjau dari segi geografi, perairan Samudera Hindia lebih banyak membasahi wilayah Indonesia dibandingkan perairan Samudera Pasifik. Pendeknya, baik kultural maupun geografis, aspek India (Hindia lebih kuat terhadap Indonesia.
Memang belum ada kesepakatan terkait parameter untuk menentukan bagaimana sebuah negara dikatakan sebagai negara maritim. Namun pada prinsipnya laut memiliki sifat pemisah dan penghubung. Kemampuan mengatasi jarak mempengaruhi pandangan dan sifat tersebut terhadap laut. Bila jarak telah diatasi, maka sifat penghubung menang atas sifat pemisah. Sebaliknya, laut dipandang pemisah bila jarak belum dapat diatasi. Dengan pandangan seperti ini, penguasaan jarak, samudera, laut, selat, dan teluk merupakan masa depan peradaban kita.
Editor: - Nurul Khairi, Ruang Maritim Indonesia, 2022.